Kamis, 13 Januari 2011

The Memorable Belitung

Di suatu akhir bulan Desember ada teman kantor yang merencanakan trip yang sangat membuat saya ngiler. Setelah mempertimbangkan antara kadar kekecewaan jika tidak mempunyai laptop dan keindahan trip rancangan teman saya itu, akhirnya saya memutuskan untuk mengikuti rencana tersebut. Yes! We're going to go to Belitung Island, tempat Andrea Hirata  penulis yang karyanya sangat saya sukai itu menghabiskan masa kecilnya.

Setelah sekitar 2 bulan kami merancang kepergian itu, akhirnya kami sepakat berangkat ke Pulau Belitong pada saat liburan natal dan tahun baru, 25-29 Desember 2008. Dengan bakat terpendam salah satu teman saya menjadi travel agent, terbanglah kami kesana. Ber-14 dari Jakarta. Ada 2 orang diantaranya berangkat dari Surabaya, ketemu di bandara SoeTa lalu lanjut ke Tanjong Pandan dengan Sriwijaya Air. Oh ya kami ber 14 itu beda beda kantor loh 5 orang dari kantorku dan 9 orang yang lain saya kenal waktu di bandara. 
Sebelumnya Saya mau cerita tentang persiapan kami untuk berlibur kesana selama 5 hari itu. Jadi, teman saya yang merancang perjalanan ini di bantu oleh Papanya. Kebetulan teman saya yang bernama Marlina Iryatie ini Mamanya asli Belitong tepatnya dari desa Tanjung Binga. Dan orang tuanya mempunyai sebuah rumah panggung khas melayu yang sejak dibangun belum pernah di tempati. Sehubungan dengan kedatangan tamu-tamu cantik ini, rumah panggung keluarga Mayin (begitu saya suka memanggilnya), berbenah. 
Oke, saya akan cerita kondisi rumah ini nanti ya...
 Kembali ke preparation. Mayin membeberkan semua rencana selama ada di sana. Itenerarynya komplit. Mulai dari kedatangan sampai kami melambaikan tangan sebagai tanda sampai jumpa di lain kesempatan kepada pulau indah ini. Mayin menguraikan perbekalan apa saja yang harus kita bawa kesana, karena tempat kami tinggal jauh dari Tanjong Pandan dan langkanya toko membuat kami harus prepare lumayan banyak bahan makanan. Kami diwanti wanti juga untuk mengisi penuh pulsa kami (bagi yang memakai layanan prabayar sepertiku) karena di sana jarang banget di temukan penjual pulsa. Begitu juga dengan dompet kami. Kami isi penuh dengan uang cash karena atm hanya ada di Tanjong Pandan. Dan pada saatnya tiba, berangkatlah kami ke Belitung to have some fun!


"Jam 04.30 pagi harus sudah kumpul di bandara", begitu Mayin berkali kali mengingatkan. Penerbangan kami adalah first flight di 06.30 pagi.Oke...jadi aku prepare dari jauh hari sebelumnya.  Mulai sibuk mencari backpack, mencari-cari baju yang nyaman, dan mempersiapkan semua yang saya butuhkan untuk keperluan petualangan di sana. Kenapa memilih backpack dan bukan koper? Karena backpack menurut saya lebih simple, tinggal di angkut di punggung, jalan deh. Suka merasa di repotkan dengan menggeret2 koper soalnya.
Hmm...ada cerita sedikit dibalik preparationku ini. Saat itu saya sudah mulai baikan sama pacar saya, dengan beberapa pertimbangan, akhirnya saya memutuskan untuk menerimanya dengan segala kondisi yang ada, meski itu konsekuensinya akan membuat saya sakit, uring-uringan dan bibirku di pocong melulu. Dengan dalih meminjam backpack, saya akhirnya bertemu dengannya untuk yang pertamakali, setelah hampir 2 bulan saya break dengannya. So, saat itu saya double happy, happy liburan dan happy pacaran heheh..
Cantik Airline, ready to take off
 Ketika saatnya tiba, pulang kantor saya segera bersiap-siap, mengecek lagi kira-kira apa saja yang belum masuk ke backpack pinjaman itu. Jam 2 pagi saya sudah terbangun, mandi, siap-siap dan berangkatlah saya pagi pagi buta, yaitu jam 03.30 pagi. Dengan rasa kantuk yang sangat hebat menyerangku, akhirnya saya meluncur juga ke bandara. Terminal 2 ya pak..Sriwijaya Air, kata saya kepada pak taksi. 
Then..saya terlelap, sampai di airport saya dibangunin sama pak taksinya. Duh, rasanya baru saja 10 menit saya bermimpi, kenapa sudah sampai? Dan taukah kawan, jam berapa saya sampai airport? Yaa..bagoooosss..KEPAGIAN! Jam 04.15 saya sudah nongkrong di terminal 2. Dalam hati..ah nggak apa2, teman2ku 15 menit lagi pasti udah pada nongol. Menunggu dan menunggu, ternyata jam 5 pagi baru pada nongol..sampai pengen tidur lagi saya.
Oke..setelah kumpul semua, kita check in dan menunggu teman dari Surabaya mendarat di SoeTa. Setelah itu, boardinglah kami. Perjalanan di atas awan lancar-lancar saja alhamdulillah. Sedikit guncangan itu biasa. Akhirnya  45 menit kemudian kami mendarat dengan selamat di bandar udara Sultan Hanandjoedin Tanjung Pandan. Bandar Udara ini kecil, mirip kantor pemerintahan. Pesawat yang nongkrong di landasan pun hanya ada pesawat yang barusan kami tumpangi, yang satu jam lagi mengangkut penumpang kembali ke Jakarta.

Selesai mengambil bagasi dari conveyor belt yang pendek dan sederhana - yang sepertinya hanya berfungsi untuk mempermudah porter memasukkan bagasi, kami berkumpul sejenak untuk cek ulang apakah semua bagasi kami sudah diambil. Lumayan banyak juga bawaan kami. Dari tas-tas, kardus-kardus, koper, kantong plastik dan sebagainya. Semua itu adalah perbekalan kami selama di 5 hari di berpetualang di Belitung nanti.
Akhirnya setelah semua terkumpul, kami bawa keluar menuju ke arah mobil yang menjemput kami. Papanya Marlin dan 1 orang lokal sudah standby. 2 Mobil, 1 Kijang Inova dan 1 Toyota Avanza siap menemani petualangan kami. Dengan sedikit berdesak desakan akibat harus berbagi ruangan dengan barang bawaan kami, berangkatlah kami ke tujuan : desa Tanjong Binga, Belitong Barat. Sebelum sampai di Tanjong Binga, kami melewati dulu kota kabupaten Tanjung Pandan, untuk men cek lagi apa yang kurang, apa yang belum sempat di pack dari Jakarta.Saya mengisi penuh pulsa dan menambah lagi kocek, takutnya kurang.

Dermaga depan rumah Mayin
Oke...setelah semua kebutuhan terpenuhi, kami langsung meluncur ke Tanjung Binga. Di dalam mobil kami ketawa ketiwi, menceritakan selama di pesawat, turun pesawat, dan menceritakan hal hal yang unik yang kita temui selama perjalanan ke Tanjung Pandan.
Sekitar jam 12.30 kami sampai di desa Tanjung Binga, rumah Mayin. Wew,,,the real holiday menyambut kami! Saat itu langit bersih, udara bersih, dan sepoinya angin laut sangat terasa karena rumah Mayin berada tepat di seberang dermaga. 
Rumah Mayin ini tipikal rumah panggung melayu, yang hampir keseluruhan bangunan terbuat dari kayu. Di halaman dan sekeliling rumah itu adalah pasir pantai bukan tanah. Pepohonan yang tumbuh di sekitarnya pun di sesuaikan dengan ekosistem pantai, bukan berarti tumbuhan pantai, namun tumbuhan yang mampu hidup dengan subur dan cuek terhadap media apapun dia menancap. Kalau ruangan rumah itu terdiri dari 2 kamar tidur, 2 kamar mandi, ruang keluarga, ruang tamu kecil, dan dapur.

Rumah Panggung Mayin
Konon, kamilah penghuni pertama yang menginap di rumah panggung ini. Haahaha.. Dalam rangka kedatangan kami, rumah panggung ini di benahi sama Papa Mayin. Ditambahin kamar mandi 1 lagi mengingat kami ber 14. "Biar nggak berebut dan cepet mandinya" kata Papa Mayin. Seperti yang saya bilang tadi, kamar di rumah keluarga Mayin ada 2. Uniknya kamar itu dibuat memanjang. Kasur dan sepreinya sengaja di design sambung menyambung menjadi satu kayak Indonesia, heheheh.. Jadilah kami di bagi 2 kubu, satu kamar ditempati 7 orang. Selain itu ada ruang tamu kecil dan ruang keluarga yang beralas karpet, dan yang paling asik adalah ada kasur di dekat jendela belakang yang berhadapan langsung dengan kebun ala pedesaan dengan berbagai pepohonan. Sejuk sekali rasanya bermalas-malasan di situ. 

Sungai Kecil Itu
Selain itu, tempat favorit saya adalah teras dan sungai kecil di belakang rumah Mayin. Sungai kecil itu adalah tempat warga sekitar rumah Mayin mandi dan mencuci kadang-kadang. Dasar sungai ini dominan pasir, jadi airnya selalu jernih. Kedalamannya pun hanya sekitar 1 meter di tempat tertentu. Rata-rata kedalamannya adalah 75 cm. Jadi, kebanyakan anak-anak kecil yang mandi di sungai tersebut. Orang dewasa bisa di hitung dengan jari, mungkin karena sebagian besar penduduk Tanjung Binga ini telah mempunyai fasilitas MCK yang telah memadai, sehingga mereka mungkin enggan untuk memanfaatkan sungai kecil ini untuk kegiatan mandi dan mencuci. Selama di sana, sebagian besar pengunjung setia sungai kecil itu adalah anak-anak kecil usia SD. Mereka enggan beranjak keluar dari sungai tersebut, bermain-main, berenang kesana sini sampai puas, sampai gigi-gigi mereka gemeletuk karena kedinginan dan kulit mereka keriput. 
Diterasnya rumah itu, saya biasa nongkrong dengan kursi plastik sambil menelepon pacar saya di malam hari, karena menghindari suitan anak-anak yg selalu berteriak : saatnya reportase petaaaang..!!!hahhaha... Saat malam hari itu, saya manfaatkan untuk menelepon sambil menikmati udara laut di malam hari dan menikmati debur ombak kecil di laut depan rumah Mayin yang sepertinya bagian dari selat Karimata. Pada malam hari di teras rumah ini, saya bisa mendengar debur ombak dengan jelas dan kelap kelip lampu kapal nelayan yang mencari ikan meski laut saat itu banyak tak bersahabat dan tak banyak ikan yang di dapatkan. Desa Tanjung Binga ini adalah desa nelayan, dimana hampir seluruh penduduknya bermatapencaharian sebagai nelayan. Ikan sudah menjadi makanan sehari-hari di sini. Sampai mereka tidak pernah mau memakan ikan yang sudah ada di pasar dan tersisa belum terjual di siang hari. Mereka bisa membedakan ikan yang segar dan baru di tangkap dengan ikan yang sudah ada di pasar selama sekian jam. Mereka bilang rasa ikan yang baru saja ditangkap sangat segar dan lebih terasa manis. Makanya ketika ikan langka di pasaran, mereka tetap bela-belain memancing di laut demi makan ikan segar hehe..

Selesai sudah kami mengatur semua barang-barang kami di dalam rumah. Lalu istirahat sebentar, kami langsung menuju ke pantai Tanjung Kelayang. Pantai Tanjung Kelayang ini adalah destinasi kami yang pertama. Sesampainya kami di sana, kami mencari warung makan untuk memberi makan cacing - cacing dalam perut kami yang sudah berteriak-teriak kelaparan. Di pantai ini, ada banyak warung makan yang juga menyediakan tempat semacam saung untuk kami duduk lesehan di pinggir pantai. Nikmat sekali makan di tempat ini. Bau laut, angin laut menambah selera makan kami. Kami ber 14 mulai memilih menu. Ada menu khas di sana, hanya saja saya lupa namanya. Makan itu berbahan kepala ikan, dengan berkuah santan kuning, rasanya gurih, berbeda dengan gulai kepala kakap yang acap kali jadi primadona di restoran padang. Hanya saja ikan dikepala saya paling nikmat adalah di goreng dan di bakar. Jika di gulai, saya paling doyan makan gulai ikan buatan mantan pembantu tante saya. Enak dan empuk sekali tekstur dagingnya. Sebenarnya, makanan khas ini juga tidak terlalu buruk rasanya. Hanya saja, mindset saya susah sekali di ajak kompromi. Jadi saya hanya mencoba sedikit saja. Selebihnya saya hanya makan ikan goreng, cumi goreng dan sedikit udang, karena saya juga tidak tahan makan banyak udang. Untuk minumannya kami memilih pesan es jeruk kunci. Jeruk Kunci ini jenis jeruk yang khusus untuk di bikin minuman. Di campur dengan gula dan es batu..hmmm...rasanya segar sekali. Ada rasa yang berbeda dibanding jika kita minum es jeruk yang lazim kita temui di Jakarta, ataupun di kampung saya sekalipun. Saat itu kami makan dan minum dengan lahap, tidak tahu karena lapar atau memang karena masakannya enak. hehehe...Hanya satu kata tentang makan siang kala itu, NIKMAT!!
Jeruk Kunci
Pantai-pantai di Belitung ini memang punya keunikan masing-masing. Pantai Tanjung Kelayang ini salah satunya. Banyak sekali batu-batu besar di sana. Pasir pantai ini putih dan teksturnya selembut tepung yang asiknya lagi tidak panas di kaki meski saat itu matahari bersinar sangat terik, air lautnya biru bening, sehingga dasarnya yang dangkal dan berupa karang terlihat jelas., ditambah dengan kapal nelayan yang tidak beraturan mengapung di laut dangkal. Saya girang sekali menyusur pantai ini. Kami mulai mencari spot-spot yang bagus untuk berfoto. Maklumlah..sebagian besar dari kami orangnya narsis-narsis. Batu-batu raksasa itu menjadi objek pelengkap penderita foto kami hehehe... 

Puas berenang-renang kian kemari di pantai ini, kami teruskan perjalanan ke Pantai Tanjung Tinggi. Subhanalloh...pantai ini memukau mata saya dengan batu-batu granit yang bertebaran. Dan di Pantai Tanjung Tinggi merupakan lokasi yang sangat iconic di film Laskar Pelangi. Kami susuri batu-batu raksasa itu. Dan kami temukan Batu granit yang seolah olah ada pelanginya. Kami menamakan batu pelangi. Karena di bagian bawah batu-batu raksasa itu ada bekas-bekas alga merah, alga hijau dan alga kuning (kalau boleh saya sebut seperti itu) yang membentuk spektrum warna pelangi yang dominan yaitu merah, hijau kuning. Nggak enak kan kalau menyebut dengan batu trafic light heheh..
Di batu Pelangi tempat Shooting 
Film Laskar Pelangi

Hari sudah beranjak sore, dan kami dengan enggannya beranjak pulang. Sampai di rumah, sudah lepas maghrib, maka setelah mandi dan sholat Maghrib, kami mencari makan malam di luar. Di dekat rumah Mayin ada sebuah resort dengan restoran yang menurut saya sepi sekali, pengunjungnya saat itu hanya ada kami dan 2 meja berisi 4-6 orang. Menunya masih tetap seafood. Rasanya sih standar saja, namun sepertinya jam makan kami tepat. Tepat saat kami sudah kelaparan, jadi rasa makanannya luar biasa hehe... Resort tempat restoran ini berada  bernama Bukit Berabu. Tarif kamarnya semalam hanya 300ribu rupiah saja include tax. Setalah kenyang, kami kembali ke rumah. Jam 21.00 kami sudah mulai menguap-nguap. Saya merasa capek sekali hari itu, jadi saya putuskan untuk istirahat semaksimal mungkin untuk saving energi esok pagi, meski teman-teman saya masih bercengkerama di ruang keluarga.



Day 2
Tanjung Pendam dan Manggar
Pantai ini ada di kota kabupatennya. Tak jauh dari pusat kota Tanjung Pandan. Pantai ini lebih mirip dengan ancol, karena hamparan pasirnya tidak luas. Pasir di sini lebih berbulir -bulir seperti merica. Warnanya coklat. Di pantai ini kami tidak lama, kemudian perjalanan di lanjutkan ke Gantong, Manggar. Ceritanya kami di ajak napak tilas Laskar Pelangi. Kami di perlihatkan dari jauh bekas-bekas galian penambangan Timah ketika Timah masih meraja. Di desa Manggar ini, kami berhenti sebentar untuk mempersilahkan Papa Mayin dan Omnya Mayin sholat Jumat. Saat beliau sholat Jumat, kami berkeliling di sekitar situ. Kami berjalan ke arah perempatan, mencari warung makan heheh... Ternyata di daerah situ lah shooting dengan setting warkop alias warung kopi di lakukan. Dan juga kami seolah - olah melihat tokonya A Ling tempat Ikal membeli kapur hahaha....dasar kebawa-bawa film nih.. Padahal mungkin bukan hehehe...
Replika SD Muhammadiyah Gantong
Setelah kenyang semuanya, perjalanan di lanjutkan ke tujuan yaitu Gantong. Sebelumnya kami di ajak ke rumah bu Muslimah di Piche. Ya, bu Muslimah asli! Bela-belain di jemput langsung di sekolah tempat beliau mengajar untuk bertemu kami. Subhanalloh...kami ketemu seorang pahlawan tanpa tanda jasa yang dengan semangatnya tetap mengajar 10 orang murid SD yang dengan semangat membara menimba ilmu, dengan fasilitas yang sangat terbatas. Beliau bercerita banyak tentang perjuangannya dulu. Selain itu kami melihat foto-foto beliau bertemu orang-orang penting di negara ini. 

Dari rumah bu Mus (waduh kayak yang udah akrab banget sama bu Muslimah), kami beranjak ke Gantong. Menuju salah satu lokasi shooting laskar pelangi yang juga cukup iconic. Sekolah SD Muhammadiyah. Ya Alloh...saya bisa tidak konsentrasi belajar seandainya sekolah saya seperti itu. Dengan dinding kayu yang miring - miring dan di sangga kayu, lantai sekolah yang masih tanah dsb.Seperti biasa agenda foto-foto tak pernah terlewatkan.
Lepas dari Manggar, kami beranjak menuju Pantai Burong Mandi. Sebelumnya kamii mampir ke sebuah kuil  yang lumayan besar, kegiatan di sana? Tentulah foto-foto lagi. Hehehe...
Pantai Burong Mandi adalah sebuah pantai dengan hamparan pasir sangat luas, bahkan pemancing bisa dengan agak ke tengah mancingnya karena pantai yang sangat landai. Kami menemukan keong yang lucu-lucu disana. Foto dan foto lagi agenda kami. Pantai ini agak unik menurut saya. Ada pohon kelapa, namun di pinggirnya terdapat banyak cemara laut yang menimbulkan hawa sejuk di sekelilingnya. Serasa di puncak saja saya ini. Apalagi suasana habis hujan, jadi menambah lembab udara di sekeliling kami. Setelah puas bermain di pantai, kami beranjak pulang.

Sampai di rumah, kami beristirahat dan mencari makan malam. Berencana mau makan mie belitung tapi sayang, kami tidak beruntung. Kami sudah kehabisan. Ya sudahlah..makan di rumah saja dengan stok makanan yang kami punya.


Day 3

Mercusuar Pulau Lengkoas



Pada hari ini kami berencana pergi ke pulau dengan kapal sewaan yang telah di persiapkan oleh papa Mayin. Pokoknya kami tau beres deh... Sempat khawatir juga, kami tidak jadi ke pulau, karena pada malam harinya terjadi hujan badai.Alhamdulillah..Alloh mengijinkan kami untuk berlayar ke pulau. Pagi itu agak sedikit mendung , tetapi berangsur-angsur langit menjadi biru tanpa awan, matahari bersinar dengan semangat, seperti semangat kami di pagi itu menuju pulau Lengkoas, tujuan pertama kami. Kapal motor nelayan yang kami sewa melaju dengan lancar, selama perjalanan, saya menikmati angin laut yang kencang serta teriknya sinar matahari di haluan kapal. Menyenangkan sekali seperti ini. Angin, kecipak air asin, di ombang ambing ombak dengan lembut, langit biru, sebuah paduan sempurna untuk menikmati LAUT.



From top of Mercusuar Lengkoas Island
Tiba di Pulau Lengkoas, kami bersorak kegirangan..Subhanalloh....Alloh menciptakan bumi ini dengan segala keindahannya. Laut biru bersih, pasir putih  lembut memukau kami. Di sana ada mercusuar peninggalan belanda yang tingginya 18 lantai. Kami tertantang untuk menaikinya. Sambil terengah-engah (ketahuan tidak pernah olah raga), akhirnya sampai juga saya di puncaknya. Pemandangan dari atas sangat indah. Kapal yang kami sewa terlihat sangat kecil, sejauh kami memandang lautan biru dan batu-batu besar yang entah bagaimana ada di tengah lautan itu. Setelah puas bermain-main di pulau ini, kami beranjak ke pulau selanjutnya yaitu Pulau Burung. 
Tiba di sana, tak habis takjub kami. Pantai dengan pasir putih dan karang yang landai dan ada batu mirip atol di mana kita bisa berenang tanpa takut tergores karang karena isinya sebagian besar pasir. Air laut yang hangat membuat kami betah berlama-lama bermain di pantai itu. Makan siang yang kami bawa terasa sangat nikmat, kelelahan tak kami rasakan. Setelah makan siang kami istirahat tidur-tiduran di bawah pohon-pohon kelapa yang banyak terdapat di pulau itu. Serasa private island saja, karena tak ada orang lain selain rombongan kami.
Naiknya pakai tangga loh..
Menjelang sore, kami pulang membawa perasaan puas. Perahu yang kami tumpangi membawa kami pulang menuju Tanjung Binga. Setiba di dermaga ternyata kami harus menggunakan tangga untuk menuju darat karena air sedang surut. 
Mandi di sungai kecil belakang rumah Mayin menjadi pilihan kami karena badan kami  sangat terasa lengket. akibat main seharian di pulau. Bersama anak-anak kecil sekitar, kami berenang di air tawar yang segar.

Malamnya kami kembali berburu mie Belitung yang belum sempat kami rasakan. Sepiring tak cukup. Ya Alloh...enak sekali makanan ini. Saya dan teman-teman mulai maruk...tambah satu piring lagi!

Day 4
Agenda hari ke-4 adalah pergi ke pemandian Air Manis. Di sini tempatnya kurang menarik untuk kami. Karena hanya pemandian alam biasa dan luar biasa crowded. Lalu kami di ajak papa Mayin kembali ke laut dan kami sangat setuju. Berenang kembali di Pantai Tanjung Tinggi jadi pilihan kami. Sepuas-puasnya kami berenang diantara karang,Berfoto ala putri duyung dan mencari kerang-kerang cantik.
Selepas itu kami beranjak pulang. Oh ya sebelum memulai aktivitas pagi hari, sebagian dari kami permi memancing di dermaga. Meski mendapat ikan yang kecil-kecil, namun mereka sangat senang. Malamnya kami makan ikan hasil tangkapan mereka dan pesta rajungan. Saya makan ikan saja, karena tidak doyan rajungan.

Day 5
Private Airport
Hari terakhir kami ada di Pulau cantik ini. Setelah belanja oleh-oleh, kami beranjak pergi. Meninggalkan pulau ini dengan segala keindahannya.
Jam 14.00 schedule pesawat kami. Setiba di bandara, kami melongo, karena bandara sangat sepi. Belum ada orang yang datang. Jadilah ke narsisan kami kumat lagi. Foto dan foto lagi sebelum take off. Belitung memberi kami keindahan yang tidak akan kami lupakan seumur hidup kami.